Minggu, 01 Desember 2013

ANEH UNIK, Bagi traveler yang bernyali, cobalah berkunjung ke 5 pulau di Indonesia ini. Di sana, ada alam yang masih perawan dengan satwa khas yang menjadi penghuni di tiap pulaunya, seperti monyet, ular laut, hingga kalong. Berani?

Indonesia punya 5 pulau yang menjadi habitat beberapa macam satwa. Pulau-pulau tersebut pun diberi nama sesuai dengan satwa yang menjadi penghuninya. Selain keunikannya sebagai rumah bagi para satwa, alamnya juga menarik untuk dijelajahi. Anda bisa trekking membelah hutannya hingga menyelami perairan yang sangat jernih. berikut 5 pulau di Indonesia yang dihuni oleh satwa:

1. Pulau Rinca, NTT



Dengan waktu sekitar 2 jam perjalanan laut dari Labuan Bajo, Anda akan tiba di Pulau Rinca, Flores Barat, NTT. Mayoritas yang tinggal di pulau ini adalah komodo. Ada lebih banyak komodo di Pulau Rinca daripada di Pulau Komodo!

Trekking menjelajahi savana dan perbukitannya menjadi kegiatan favorit traveler di sana. Sebabnya, saat itulah Anda akan bertemu Sang Naga Purba yang sedang berjalan atau sekedar diam. Tidak sulit untuk menemukan komodo di pulau ini. Dari bukit hingga di pantainya, hewan ini bebas berkeliaran ke mana saja.

Peraturan penting di pulau ini adalah wisatawan harus terus bersama ranger atau pemandu. Jangan pernah jauh dan taati setiap peraturan yang diberikan ranger saat perjalanan. Selain itu, wanita yang sedang haid dilarang menginjakan kaki di pulau ini. Sebabnya, penciuman komodo sangat tajam dan berpotensi untuk menyerang. Hii!

2. Pulau Biawak, Jawa Barat



Kalau NTT punya pulau berisi komodo, beda lagi dengan Pulau Biawak di Indramayu, Jawa Barat. Sesuai dengan namanya, pulau ini menjadi habitat bagi banyak biawak. Dengan hutan bakau di tengah pulaunya, tak heran banyak biawak yang menempati pulai ini. Ukurannya pun beragam, ada yang kecil, sedang, hingga besar. Wuih!

Dari Pelabuhan Indramayu, dibutuhkan 4-5 jam untuk menuju pulau yang menjadi rumah bagi biawak ini. Anda akan melihat reptil ini berkeliaran di pinggir pantai, di tengah hutan, hingga di perairannya. Anda harus tetap waspada saat bertemu hewan ini, meski mereka tidak agresif. Anda harus waspada terhadap sabetan ekornya!

Pulau Biawak juga memiliki alam yang eksotis. Perairan yang jernih di sekitarnya akan menggoda Anda untuk menyelam. Berbagai macam ikan laut dan karang-karang cantik akan Anda temukan di bawah airnya. Tidak ada manusia yang tinggal di pulau ini, hanya ada beberapa pemandu setempat. Anda pun bisa menyewa bungalow untuk bermalam di sana. Berminat?

3. Pulau Kembang, Kalimantan Selatan


justify;">
Pulau Kembang terletak di tengah Sungai Barito, Banjarmasin, Kalsel. Meski berada di tengah sungai, pulau ini justru dihuni oleh ratusan monyet ekor panjang. Hutan rimbun dengan pepohonan tinggi menjulang menjadi rumah yang nyaman untuk satwa jenaka tersebut.

Dari pinggir dermaga, Anda akan melihat monyet-monyet yang sedang menunggu wisatawan datang. Memang, biasanya wisatawan yang datang ke sini selalu membawa makanan berupa pisang atau lainnya untuk hewan tesebut. Para monyet pun akan dengan sigap mengambil makanan dari tangan Anda. Monyet-monyet di sini tidak usil, tapi pastikan barang-barang berharga Anda tersimpan dengan benar di dalam tas.

Tingkah jenaka para monyet menjadi suguhan untuk wisatawan. Anda dapat melihat mereka yang sedang memanjat di pohon, menggendong anak, hingga bertengkar satu sama lain. Beberapa monyet pun akan memanjat ke bahu Anda. Akan tetapi, ada baiknya Anda tidak memasuki ke bagian hutan yang lebih dalam. Sebabnya, di sana lebih banyak monyet dan ukurannya pun lebih besar. Hii!

4. Pulau Kalong, NTT



Selain Pulau Rinca dan Pulau Komodo, ada satu lagi pulau di NTT yang dihuni oleh satwa. Terletak sekitar satu jam dari Labuan Bajo, Pulau Kalong menjadi rumah bagi ribuan kalong. Mereka bergelantungan di tiap pohon-pohon di hutan bakaunya dan terbang bersamaan saat hari memasuki malam.

Ups, ternyata wisatawan dilarang masuk ke dalam pulau ini. Sebabnya, Pulau Kalong juga menjadi rumah bagi banyak ular phyton atau sanca. Masyarakat setempat pun tidak ada yang berani masuk ke pulau ini. Meraka percaya, jika sekali masuk ke dalam pulau ini, maka akan sulit untuk keluar kembali.

Meski demikian, pulau ini juga mencuri hati traveler. Pukul 18.00-19.00 WITA adalah waktu yang terbaik untuk berhenti di depan pulaunya. Dari sana, ada ribuan kelelawar yang keluar dari pulaunya untuk menuju Pulau Flores. Pemandangan langit senja berwarna oranye dihiasi oleh kelelawar pun akan membuat siapa saja terkesima. Anda seolah sedang berada di sarang Batman!

5. Pulau Ular, NTB



Sesuai dengan namanya, pulau ini dipenuhi ratusan bahkan ribuan ular laut. Bayangkan saja, di pulau ini masih terdapat ratusan ular yang hidup di alam bebas tanpa pengamanan apapun!

Jangan takut! Konon, ular-ular di pulau ini sangatlah jinak. Tidak pernah sekali pun ada wisatawan yang terluka karena ular-ular di pulau ini. Ular-ular yang mendiami pulau ini sangat unik dan bersahabat dengan wisatawan. Tentu, berwisata ke pulau ini akan sangat menegangkan sekaligus menyenangkan.

Pulau Ular termasuk dalam daerah Pantai Oi Caba, NTB. Pulau ini pun menjadi daya tarik bagi wisatawan. Di sini traveler bisa memegang, berfoto, dan bermain dengan ratusan bahkan ribuan ular yang hidup di pulau ini. Kulitnya yang berwarna putih, perak dan hitam terlihat mengkilap karena tertimpa cahaya matahari. Berani?

Kelima pulau tersebut dapat menjadi destinasi perjalanan Anda selanjutnya. Ada rasa penasaran, eksotisme alam yang masih perawan, hingga jantung yang berdetak kencang saat melihat satwa tersebut dari dekat. 

Rabu, 20 November 2013

PULAU BIAWAK BUTUH BANYAK INVESTOR

Potensi kawasan wisata Pulau Biawak, Kecamatan Indramayu, Indramayu Jawa barat (Jabar) sangat besar, bisa dikembangkan menjadi objek wisata berskala nasional. Pesona alam di Pulau Biawak merupakan anugerah Tuhan bagi pulau yang berjarak sekitar 40 kilometer dari pantai utara Indramayu ini. Airnya bening dan pasirnya putih seperti kebanyakan pantai di kawasan selatan. Daratan seluas 120 hektar ini juga kaya dengan tanaman bakau yang hijau dan rapat dipandang dari ketinggian.

Berbagai obyek bisa "dijual", seperti pantainya yang berpasir putih, bangunan mercusuar yang didirikan pada tahun 1872, keindahan terumbu karang dan ikan hias laut, hutan mangrove serta obyek wisata kelautan lainnya lagi.Dengan tersedianya obyek wisata bahari itu, memungkinkan wisatawan yang datang bisa melakukan kegiatan memancing, diving, dan snorkling. Belum lagi obyek lain yang ada di daratan, macam satwa biawak, satwa burung langka, serta keberadaan makam keramat seorang Syech dari Banten, yang bisa dijadikan obyek wisata religi.

Sedikitnya ada dua nama lain yang lazim digunakan untuk menyebut Pulau Biawak, yakni Pulau Rakit dan Pulau Menyawak. Karena itu, Anda tak perlu berdebat ketika orang menyebut nama selain Pulau Biawak. Petugas menara suar yang tinggal di sana, Slamet Riyanto, mengatakan, sebelumnya ada lagi sebutan untuk Pulau Biawak, yakni Pulau Bompyis, yang merupakan nama warisan penjajah Belanda. "Kalau tidak salah, nama Pulau Rakit diubah menjadi Pulau Biawak pada tahun 1980–an," kata Slamet yang bertugas di sana bersama seorang temannya.

Tulisan nama Bompyis masih tersisa pada papan di ruangan genset—alat yang bisa menghasilkan listrik. Genset itu digunakan untuk penerangan permukiman petugas dan, terutama, untuk menyalakan lampu suar. Lampu penunjuk arah bagi para pelaut itu terletak pada menara setinggi 65 meter. Bangunan tersebut juga merupakan "warisan" Belanda, yakni dibangun pada tahun 1872.

Di bagian dalam menara, yang berbentuk silinder, terdapat tangga memutar dengan keseluruhan anak tangga berjumlah 240. Butuh keberanian untuk menaiki tangga tersebut. Namun, jika berhasil mengalahkan rasa takut dalam diri kita, di puncak menara kita akan menemukan pemandangan hutan bakau dan laut yang memesona.

HABITAT BIAWAK
Sesuai dengan namanya, pulau ini merupakan habitat biawak (Varanus salvator). Konon reptilia itu sudah ada sejak pulau tersebut didatangi manusia pada lebih dari satu abad yang lalu. Belum ada penghitungan yang memberikan data pasti tentang jumlah binatang itu. Namun, jumlahnya diperkirakan mencapai ratusan ekor. Mereka hidup di rawa–rawa dan semak–semak hutan bakau yang keberadaannya mendominasi daratan itu.

Biawak–biawak tersebut tidak jinak. Namun, "mereka tidak menyerang kalau tidak kita ganggu," kata Dulrokhim (61), nelayan Indramayu yang tengah berada di sana. 

Dulrokhim menambahkan, biawak biasanya juga mampir ke kawasan rumah penjaga menara suar, terutama saat ada nelayan yang singgah membawa ikan. "Mungkin bau amis ikan itu yang mengundang mereka datang," katanya. Meski tidak jinak, lanjutnya, ada beberapa biawak yang tak segera lari kalau didekati. "Mungkin sudah terbiasa. Jadi, tidak takut lagi terhadap manusia," kata Dulrokhim lagi.

Namun, lanjut Durokhim, tak hanya biawak yang merupakan kekayaan fauna lingkungan Pulau Biawak. Banyak juga burung yang melintasi angkasa pulau tersebut, antara lain cangak laut (Ardea sumatrana), trinil pantai (Bubulcus ibis), dan burung udang biru (Alcedo Caerulenscens). Lautnya yang bening juga merupakan surga bagi ratusan jenis biota laut dengan bentuk dan warna yang indah.

Kondisi terumbu karang pada kedalaman tiga meter masih cukup bagus. Berdasarkan data di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, terdapat 95 jenis ikan yang mewakili 30 famili, antara lain ikan zebra (Dendrichirus zebra), kupu–kupu (Chaetodon chrysurus), dan merakan (Pterois valiteus). Dengan menyelam, ikan–ikan cantik itu dapat dilihat mulai dari kedalaman lebih kurang satu meter.

BUTUH INVESTOR
Semua itu butuh pengembangan yang serius, serta perlu adanya perhatian dari para investor baik lokal maupun luar negeri, yang berminat untuk menanamkan usahanya di pulau tersebut. Demikian dikemukakan, Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kabupaten Indramayu, Drs Trisula Baed

Jaraknya yang hanya 24 mil dari Pantai Karangsong Indramayu bisa ditempuh dalam waktu sekitar empat jam. "Itu kalau menggunakan kapal biasa. Kalau pakai kapal cepat paling hanya dua jam," katanya.

Sejauh ini, untuk menunjang aktivitas wisata di pulau tersebut sudah terbangun dermaga/jeti, kantor pusat informasi, pos jaga, pondok wisata sebanyak tiga unit, serta unit penangkaran biota. Sebagai alat transportasi telah tersedia dua buah kapal masing-masing dengan kapasitas 30 dan 25 penumpang. Tersedia pula genset untuk penerangan, solar cell, serta sarana komunikasi (SSB dan HT).

Sarana yang telah ada itu, diakui Trisula masih jauh dari jauh dari pemenuhan kebutuhan. "Kalau ingin Pulau Biawak menjadi obyek wisata berskala nasional, masih perlu penambahan-penambahan fasilitas lainnya," kata dia. Seperti penambahan sarana transportasi atau kapal cepat, restoran, atau penambahan sarana penginapan.

Untuk itu, Trisula berharap, ada pihak investor yang mau turut mengembangkan potensi pulau itu dengan menanamkan modalnya. Sedikitnya diperlukan anggaran sebanyak Rp 25 miliar, untuk mengembangkan pulau itu.

Senin, 11 November 2013

Sekilas cerita sahabat cahyo

Jalan-jalan ke Pulau Biawak - Indramayu Jawa Barat

Pulau Biawak - Indramayu Jawa Barat

http://andromedocahyo.blogspot.com - Sudah 3 tahun kami tinggal di Indramayu namun belum pernah ke Pulau Biawak, sungguh sangat menyedihkan :(. Dari dulu hanya rencana-rencana saja tanpa ada realisasi. Kali ini kami benar-benar serius untuk jalan-jalan ke Pulau Biawak. Berawal dari jadwal yang kami tunda gara-gara beberapa teman banyak yang berhalangan dan ditambah lagi kondisi cuaca di laut yang kurang bagus. Akhirnya tanggal 14 Juli 2012 kami berangkat juga dengan menggunakan perahu nelayan Majakerta yang sudah saya kenal sebelumnya. Namun keberangkatan kali ini bukan dari Majakerta tapi dari Parean -Eretan Wetan Indramayu, karena kebetulan perahu nelayan ini lagi sandar disana. Sebenarnya untuk ke pulau Biawak umumnya lewat Pantai Karangsong, pantai Tirtamaya dan pantai Dadap Juntinyuat yang memang sudah banyak perahu yang biasa mengantar wisatawan ke Pulau Biawak. Dari 12 orang yang rencananya ikut trip ini, menjadi 6 orang yaitu Saya, Anas, Brewok, Iqbal, Opik, Nunug, dan lainnya berhalangan. Pagi-pagi sekali kami berangkat dari kota Indramayu dengan diantar teman kami Awank dan pada pukul 05.00 sampai di Parean. Dari Parean 05.30 kami berangkat, awalnya perahu susah keluar karena air masih surut namun kami semua ikut membantu mendorong perahu sampai akhirnya perahu bisa jalan juga. Kami semua awalnya tertidur pulas, tapi ketika terik matahari sudah di atas kepala kami mulai terbangun satu persatu. rasa pusing, mual, haus dan lapar mulai terasa. Satu persatu mulai mabuk laut dan akhirnya ngasih makan ikan a.k.a muntah, hahaha, cuma saya aja yang pertahanannya masih kuat, hehehe. Memang angin laut lagi kencang, otomatis ombak menjadi tinggi dan pastinya perahu yang kami tumpangipun bergoyang terus. Perjalanan ini terasa sangat lama apalagi perahu kami sedikit salah arah dan ditambah lagi belum tahu jalur masuk pelabuhan pulau biawak. Karang dan koral yang terlihat dari permukaan membuat ragu sang nahkoda, takut klo perahunya menghantam karang dan 1 jam lamanya gak jelas muter-muter sekitar pulau Biawak sampai akhirnya kami dituntun perahu lain yang kebetulan mau sandar. Akhirnya penderitaan ini terbayar sudah! air yang jernih, terumbu karang, biawak dan pasir putih menyambut kami. Kami tiba pukul 13.30 siang, bertemu dengan pak Manto (petugas dinas perhubungan navigasi pelayaran dan juga sebagai penjaga pulau Biawak) dan beberapa pengunjung yang sudah duluan sampai sini. Dengan ijin pak Manto kami dipersilahkan mendirikan tenda dekat gerbang masuk, kemudian lanjut membuat makan siang dengan peralatan dan perbekalan yang sudah kami bawa. Badan lemas akibat perjalanan jauh akhirnya pulih kembali setelah perut terisi makanan, hehehe... Oh ya pengunjung juga bisa memanfaatkan fasilitas rumah dinas disini, total yang bisa dipakai ada 4 rumah sudah terisi kasur dan kursi, kemudian ada 2 kamar mandi, dan 1 televisi. Ada juga 3 cottage milik dinas pariwisata namun belum pernah dipakai mungkin alasan beberapa pengunjung yaitu letaknya agak jauh dari rumah pak Manto, ditengah hutan bakau dan waru, dan lagi dekat makam. Listrik disini menggunakan diesel genset yang dinyalakan pada malam hari s/d pagi hari. Saatnya menikmati pulau ini... snorkeling bro!! sudah tidak sabar kami ingin menikmati pemandangan bawah laut sekitar pulau ini. Sebelah kanan pelabuhan jika dari pulau, kita dapat menikmati pemandangan spot terumbu karang yang begitu luas sedangkan sebelah kiri merupakan spot koral dan juga merupakan spot mancing yang bagus di pulau Biawak ini.

mobil sesak dengan muatan, wkwk



Malam hari kami habiskan dengan mengobrol dengan pak Manto tentang sejarah pulau biawak ini dan pengalaman beliau selama menjaga pulau ini. Beberapa tahun terakhir, istri pak Manto juga ikut menemani beliau menjaga pulau ini, dan baru 1 hari sebelum kedatangan kami akhirnya ada petugas lain dari dinas berhubungan yang ditugaskan di pulau ini namanya pak Sukur sehingga pulau ini jadi ada 2 petugas, mungkin memang disiapkan untuk pengganti pak Manto yang rencananya pertengahan tahun 2013 akan pensiun. Pagi-pagi sekali kami bangun segera naik mercusuar yang ada di pulau ini, untuk menaiki tangga mercusuar ini harus melepas alas kaki. Kami semua menuruti apa yang dikatakan pak Manto, mungkin biar suara hentakan kaki kita tidak terdengar keras atau ada alasan lain ya gak tau deh. Sungguh indah pemandangan pulau ini, hutan mangrove yang lebat, burung bangau, gugusan pasir, garis pantai dengan karangnya dan birunya laut terlihat jelas dari puncak mercusuar ini. Saya dan Anas duluan turun, dengan tujuan untuk mancing sambil snorkeling :p. Senangnya kami mendapatkan ikan kakap merah dan kerapuh serta tidak kalah senengnya dapat melihat pemandangan terumbu karang serta batu koralnya. Selesai mancing kami segera masak dan bakar ikan ini. Beberapa dari kami masak sebagian lagi bermain dengan biawak. Setelah itu kami sempatkan untuk berkeliling sekitar pulau ini. Ada makam Syeh Syarif Khasan di sebelah barat pulau ini yang konon ceritanya masih kerabat dekat Syeh Syarif Hidyatullah (Sunan Gunung Jati) yang pada waktu itu sedang berlayar dan jatuh sakit kemudian akhirnya meninggal dekat pulau ini, oleh rombongan  diputuskan untuk dimakamkan di pulau ini. Di sebelah timur ada makam Belanda yang dinisannya tidak ada keterangan namanya, kemungkinan dulunya petugas mercusuar ini dan di belakang rumah dinas ini ada sumur yang airnya berwarna pink, dan dulu malahan airnya berwarna merah. Entah mengapa bisa begitu, mungkin ahli-ahli kimia bisa menelitinya, hehehe. Keterangan dari pak Manto di dalam sumur ini ada biawaknya dan jumlahnya selalu sama dari tahun ke tahun. Selesai keliling, pukul 2 siang kami pulang ke Indramayu dengan tujuan sandar Desa Majakerta dan sampai sekitar jam 7 lebih. Oh ya sebelum meninggalkan pulau ini kami memberikan beberapa sisa ransum kami (mie, kopi, beras, bumbu masak dll) dan sedikit uang sebagai ucapan terimakasih. Untuk pengunjung yang memakai rumah dinas penjaga mercusuar dapat memberikan uang sewajarnya, dan kelihatannya tidak ada tarif yang pasti. Kekurangan pulau ini adalah alat komunikasi, tidak ada sama sekali alat komunikasi, baik radio dan apalagi hp jelas tidak ada sinyal. Antena parabola TV juga tidak dapat menjangkau, malah antena biasa yang bisa meskipun cuma 1 atau 2 channel yang tertangkap. Memang alat komunikasi yang dikeluhkan pak Manto, dan menurut saya harusnya petugas disini difasilitasi handphone satelite meskipun harganya agak mahal tapi kepentingannya ituloh bagaimana jika terjadi sesuatu di wilayah perairan ini??. Satu-satunya hiburan adalah musik dari sound system dengan suara cukup kenceng dan cukup menghibur penjaga mercusuar ini serta beberapa nelayan yang sering bersandar di pulau ini. Pulau ini akan rame nelayan klo kondisi cuaca di laut kurang bagus, karena pulau ini bisa dijadikan tempat perlindungan mengingat daratan laut Jawa lumayan jauh. Biasanya nelayan-nelayan ini sedang melaut di sekitar pulau ini yang memang kaya akan ikan dan kepitingnya terutama sekitar tanaman bakau. Menurut saya Pulau Biawak lah tempat wisata terbaik yang dimiliki oleh Indramayu. Jalan-jalan kali ini sangat berkesan, pengen lagi kesana :p

Hutan Mangrove pulau Biawak
nyelam dulu demi menyelamatkan ikan dan kail, hehehe
Brewok si juru masak
Ikan kakap merah dan kerapuh


menikmati hasil
Anas si pawang biawak, hahahaha
Biawak


Sumur pink, katanya dulu warnanya merah sih
Bersama pak Manto dan Pak Sukur
makam Belanda
homestay tapi gak pernah dipakai pengunjung

Selamat tinggal pulau Biawak
perjalanan pulang
PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan view dari laut